for all single fighters : u're not alone...
21 tahun...'belum pecah telur' itu istilah teman-temanku untuk meminimalisasi penggunaaan kata 'jomlo' yang terkesan ga laku karena ga jauh beda sama anggapan orang 'ga laku-laku'. yeah mungkin benar. gadis berusia 21 tahun yang sama sekali tak menunjukan kedekatan dengan seorang pria, padahal pandangan normal budaya tempat tinggalnya yaitu adalah baik jika seorang gadis seorang diri sampai usia 25 tahun, paling mentok 26-lah. itupun sudah kedengaran kurang baik. sang mama pun mengakhiri masa lajangnya dalam usia 23 tahun dan tentunya ia ingin agar sang anak meneruskan 'tradisi' yang baik itu.
menginjakan kaki di bulan juli, itu artinya tinggal menghitung hari dia akan genap berusia 22 tahun. awalnya terkesan biasa dan nyantai. "emank setiap tahun umur seseorang akan bertambah kan?". tetapi sebelum mengakhiri hari pertama dibulan juli itu, kembali diskusi para gadis cukup membuatnya tersentak, karena sudah diwanti-wanti agar segera punya seseorang meskipun belum tahu seseorang itu siapa. yeah, setelah terpikir, seharusnya setahun lagi normalnya dia menikah *huuufttt, jauh bangeett ngomongin nikah, lulus aja belum. hari itu terasa berat, gimana enggak, membayangkan perjalanan setahun kedepan yang mungkin akan berkutat dengan skripsi dan ditambah satu beban lagi yaitu tuntutan keluarga sebagai anak tertua yang harus memberi contoh yang yang tentunya tak ada istilah untuk mengecewakan keluarga termasuk untuk urusan 'yang satu itu'.
Awalnya menganggap sepele, bahwa jodoh itu di tangan Tuhan, dia pasti akan bertemu dengan seseorang yang tepat, di tempat yang tepat, dan di waktu yang tepat. tapi apalah artinya sebuah doa kalo tidak dibarengi dengan usaha. bukannya ga mau usaha, tapi untuk saat ini, kata hati memang lagi ga mood untuk berpikir serius tentang pasangan hidup. dan sekarang jadi kepikiran terus karena sudah pasti di usia baru dia akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar itu. take it easy aja. kedengarannya simple dan gampang, tapi akan menjadi tidak gampang kalo keluarga besar yang akan bertanya tentang itu. tidak bisa menyalahkan mereka saja, tapi rasanya ingin hipotermia di gurun sahara agar jauh dari pertanyaan yang sangat mengusik itu.
anggap saja dia itu aku...
meskipun sekarang sudah mendapat jawaban yang tepat kenapa orang harus pacaran dan harus menikah toh tidak cukup kuat untuk membuat aku kelepek-kelepek memandang para lelaki yang selalu seliweran di sekitarku. aku bukanlah para gadis yang disebut 'cantik' yang senang dipelototin mata-mata jelalatan. bukan pula tipe lebah yang suka 'hambur madu' dan suka ngeritingin jari sendiri ut sekedar kirim sms layaknya pengawal pribadi menguntit keseharian gebetan. bukannya males, gengsi, atau apalah namanya. tapi aku memang ga biasa seperti itu dan tidak mau punya kebiasaan 'aneh' kayak gitu.
belakangan sesuatu yang tidak enak terjadi. kedekatanku dengan seseorang yang sudah lama dikenal mulai diartikan lain oleh teman-temanku. itu benar-benar sangat menggangguku. aku tidak terbiasa dengan ledekan dan ocehan yang membuatku kikuk bersikap. biasanya aku yang selalu meledek, dan baru sekarang diledek dan tahu rasanya seperti apa? sama sekali ga enak. tapi aku berusaha untuk tetap terlihat biasa agar kerenggangan itu tidak terjadi. tapi yang kualami adalah trauma dan kepahitan masa lalu yang sekarang hadir lagi di otak kecilku setelah sekian tahun absen karena berhasil kuusir. aku pernah berada di zona itu dan sekarang aku pun 'takut'. takut kalo hal itu terulang lagi, dan aku akan 'autis' lagi untuk kesekian kali. padahal perkembangan mentalku mulai mengalami perbaikan. aku sudah mulai cerewet dan mau membuka diri. aku tak takut lagi bersentuhan dengan lawan jenis. aku mau belajar tentang lelaki, aku mulai belajar tentang pacaran dan menjalin hubungan. aku mulai tertarik sama lawan jenis. tapi...
sekarang, di malam ini... setelah pembahasan yang panjang, aku kembali lagi di titik awal. tak ada yang baru yang kutemukan. aku kembali ke kesimpulan awal. tapi tak mengapa karena mungkin aku nyamannya seperti itu dan belum saatnya. lagipula aku sangat menikmati kesendirian ini. kesendirian yang membebaskan, tanpa ikatan, tanpa merasa sepi dan sendiri karena teman-temanku selalu bersamaku di setiap hariku. kesendirian yang membuatku sadar pentingnya arti kebersamaan. kesendirian yang mengajarkanku ketegaran dan berbagi waktu dengan banyak orang, tidak hanya terfokus pada satu orang saja *trend pacaran masa kini, dunia milik berdua yang lain ngontrak. bahkan melewati hari dalam hidupku, akhir-akhir ini aku merasa Tuhan sedang mengujiku untuk meningkatkan rasa keprimanusiaanku. aku sedang melawan sikapku yang kata orang paling menjengkelkan yaitu *cuek abieeesss... saking cueknya bahkan diri sendiri pun ga keurus.
yeah, aku sedang diuji. melawan ketakutanku sendiri. melawan trauma dan kepahitanku. pelan-pelan tetapi semakin hari semakin berat levelnya. bagiku aku hanya punya satu pilihan : hadapi saja. aku diajar untuk mencintai bukan menunggu dicintai, meski dunia mengajariku lain. aku diuji untuk siap menderita dan dikecewakan bukan untuk merasa senang meski dunia menghendaki lain dan aku di beri porsi untuk semakin hari semakin matang bukan menginginkan sesuatu yang instan dan ga ribet seperti yang kuinginkan selama ini.
begitu berat, terutama bagi diriku sendiri karena harus mengalahkan keinginan sendiri untuk menjadi bala bantuan bagi orang lain. tapi selalu ada pelangi dibalik hujan. aku hanya bisa tersenyum melewati semua itu. meski hanya dengan satu tangan, dengan separuh ruang kosong dihati, aku bisa mencinta meski tak utuh. aku bisa tertawa dan menangis, aku bisa merasakan hidup, tak hambar. terdengar subjektif tapi memang itulah yang kurasakan. aku jadi kuat, karena keluarga dan sahabatku sangat menopangku. Tuhan memberi yang kubutuhkan dan menepiskan yang kuinginkan. tapi keinginanku untuk tetap single pun masih dikabulkannya sampai sekarang karena mungkin aku belum butuh mengganti status itu.
terkadang rasa iri dan ingin memiliki itu ada. tapi tidak sebesar ketegaranku untuk bertahan dan berpandangan bahwa aku masih bisa seorang diri. hingga waktunya tiba aku siap untuk membuka hati bagi entah siapa dia. tak peduli teman-temanku sudah berganti pasangan dan memamerkan kemesraan mereka, bagiku bullshit, karena selama ini sebagian besar selalu berujung tragedi, mencinta, mengagumi, memuji di awal, dan makian yang mengakhiri. pasti semua orang tak ingin seperti itu. tapi kenapa sih kita ga bisa bersikap dewasa??? kenapa harus maju berperang kalo ga siap mati? kenap mau berkomitmen kalo ga siap patah hati??? itu sama aja bo'ong. dan itulah yang paling kutakutkan : komitmen.
so, kenapa harus mematok waktu kalo kita sudah serahkan semua dalam waktu Tuhan. kenapa risau dengan umur 22 kalo single figter kalau lebih bisa menjadi berkat dibanding mereka yang berpasangan. buktinya berdua tidak selalu lebih baik daripada seorang diri. mungkin aku kurang peka, mungkin aku terlalu sok tegar, tapi apapun itu, i'm happy for being single fighter. ingin selamanya seperti ini, meski orang menilai kurang baik. it's okeh kawan... ikuti hatimu saja, maka kau tahu kapan waktunya.
untuk menutup hari ini, aku bersyukur untuk single fighterku selama 22 tahun. bersyukur bagi keluarga dan teman-teman yang mengisi kekosongan yang harusnya diisi oleh seseorang. dan pastinya dia adalah seseorang yang hebat yang mau menerima diriku dengan segala keterbatasan, muka pas-pasan, berandalan, kocak, urakan, susah pake high heels, ga bisa duduk sopan, ga bisa diam, maunya nyerocos, ga bisa jaim, ga doyan boneka, ga suka warna pink, ga bisa masak *tapi jago ngepel kekekekekkek, banyakan temen cwo dibanding cwe, rela begadang demi piala dunia, makan'y banyak 'n lagi-lagi ga sopan, papa'y galak, doyan naik gunung 'n nyusur sungai, susah serius, cuek bebek, ga doyan sms-an, 'n terbukti kan lewat tulisan ini, orangnya asli ga jelas *tapi kok temen2nya pada lengket kayak perangko hehehe *ge-er dikit
so...single fighter why not? even there's nobody love me, i do i love myself...yeah!!!
No comments:
Post a Comment