Hakekat manusia adalah berpikir. Berpikir perupakan sebuah proses mencari tahu tentang sesuatu. Manusia sebagai subyek memikirkan segala sesuatu tentang obyek yang dipikirkannya. Hasil dari proses berpikir manusia disebut pengetahuan. Proses berpikir merupakan serangkaian gerak mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek yang sedang dipikirkan. Bahasa adalah salah satu dari lambang tersebut dimana obyek-obyek kehidupan kongkrit dinyatakan dengan kata-kata. Ada bahasa verbal yaitu bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dan ada bahasa yang mempergunakan angka. Sekolah merupakan salah satu tempat manusia berpikir secara formal.
Manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna oleh karena pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berpikir. Penerapan pengetahuan membantu manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Kenyataan kehidupan sehari-hari manusia menimbulkan berbagai masalah yang menjadi bahan pemikiran. Pada hakekatnya upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok yakni : Apa yang ingin diketahui? Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Dan apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?
Pemikiran-pemikiran besar dalam sejarah kebudayaan manusia dapat dicirikan dan dibedakan dari tiga cara mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Ketiga masalah pokok tersebut merupakan titik tolak dalam pengembangan pemikiran selanjutnya. Ketiga pertanyaan tersebut menurut analisis falsafah disebut sebagai Ontologi yang membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, suatu pengkajian tentang teori “ada”. Epistemologi yakni teori pengetahuan, bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai obyek tersebut? dan axiologi yakni teori tentang nilai kegunaan pengetahuan tersebut. Ilmu pun dipelajari ditinjau dari titik tolak yang sama yaitu ketiga pertanyaan pokok tersebut.
Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab ketiga pertanyaan pokok tadi. Untuk bisa menghargai ilmu maka kita harus mengerti hakekat ilmu. Ilmu memang memberikan kebenaran tetapi bukanlah satu-satunya kebenaran. Kehidupan terlalu rumit jika hanya dianalisis oleh satu jalan pemikiran. Falsafah, seni, dan agama adalah bentuk pemikiran yang lain selain ilmu.
Istilah falsafah dapat diartikan sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Falsafah menanyakan segala sesuatu dari kegiatan berpikir. Tugas falsafah bukanlah menjawab pertanyaan namun mempersoalkan jawaban yang diberikan. Hubungan falsafah dengan ilmu yaitu falsafah mempelajari sedalam-dalamnya dan hasil pengkajiannya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu. Ilmu merupakan kumpulan dari pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan lainnya.
Dasar Ontologi Ilmu
Apakah yang ingin diketahui ilmu? Bidang telaah ilmu mencakup pengalaman yang terjangkau oleh pengalaman manusia. Pengalaman di sini menunjukkan tentang adanya sesuatu yang telah dialami dan dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Sebagai contoh setelah manusia meninggal dunia, tidak ada orang yang dapat menceritakan pengalaman setelah kematian tersebut. Hal tersebut tidak termasuk dalam jangkauan pengalaman manusia. Fakta yang dapat dialami langsung oleh manusia secara indrawi disebut fakta empiris. Ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris. Oleh karena itu salah satu cirri ilmu yakni orientasi kepada dunia empiris. Proses keilmuan bertujuan untuk memeras obyek empiris tertentu untuk mendapatkan sari yang berupa pengetahuan mengenai obyek tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian (asumsi) mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi yang berbeda menyebabkan penarikan kesimpulan yang berbeda. Ilmu menganggap bahwa obyek-obyek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Suatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun mempunyai pola yang teratur.
Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai obyek empiris. Asumsi pertama menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap obyek-obyek yang ditelaahnya. Taxonomi merupakan cabang keilmuan yang mula-mula berkembang. Asumsi yang kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak mungkin dilakukan bila obyek selalu berubah-ubah setiap waktu. Asumsi yang ketiga yaitu Determinisme. Determinisme merupakan asumsi ilmu yang menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama. Ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan mengatakan bahwa X mempunyai peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu berkonotasi dengan sifat peluang (probabilistik). Statistika merupakan metode yang menyatakan hubungan probabilistik antara gejala-gejala dalam penelaahan keilmuan.
Dasar Epistemologi Ilmu
Epistemologi atau teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang di dapat melalui metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge) yang lain. Ilmu lebih bersifat kegiatan bukan produk. Kegiatan keilmuan bersifat dinamis. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan. Ilmu bersifat terbuka, demokratis, dan menjunjung kebenaran di atas segala – galanya.
Metode Keilmuan
Ilmu merupakan gabungan cara-cara manusia sebelumnya dalam mencari pengetahuan. Pada dasarnya ditinjau dari cara berpikir manusia terdapat dua pola pikir dalam memperoleh pengetahuan yaitu :
1. Pola pikir rasional
Faham rasionalisme menganggap ide tentang kebenaran yang menjadi dasar pengetahuan diperoleh lewat berpikir secara rasional. Ide tentang kebenaran sudah diketahui oleh pikiran manusia yang tidak dipelajari lewat pengalaman indrawi. Sistem pengetahuan dibangun secara koheren di atas landasan – landasan yang sudah pasti. Jadi dalam pengertian inilah maka pikiran itu menalar. Kaum rasionalis berdalil pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, harus benar, dan nyata. Prinsip dianggap sebagai sesuatu a-priori atau pengalaman dan karena prinsip itu tidak dikembangkan dari pengalaman bahkan sebaliknya, pengalaman hanya dapat di mengerti bila ditinjau dari prinsip tersebut.
Menurut Plato, manusia tidak mempelajari apapun. Ia hanya teringat apa yang dia ketahui. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah dalam pikiran manusia. pengalaman indera paling banyak hanya dapat merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah berada dalam pikiran. Manusia dapat mengetahui bentuk-bentuk keindahan, kebenaran, keadilan lewat proses intuisi rasional.
Salah satu contoh bentuk pemikiran rasional dapat ditemukan dalam ilmu Geometri. Contohnya, sebuah garis lurus merupakan jarak terdekat antara dua titik. Aksioma dasar tersebut dideduksikan ke sebuah sistem yang terdiri dari subaksioma-aksioma. Hasilnya adalah sebuah jaringan pernyataan yang formal dan konsisten secara logis tersusun dalam batas-batas yang telah digariskan oleh suatu aksioma dasar yang sudah pasti.
Rene Descartes mengajukan argumentasi yang kuat untuk pendekatan rasional pengetahuan. Descartes mendasarkan keyakinannya pada sebuah landasan yang mempunyai kepastian yang mutlak. Dia menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indera tetapi karena indera itu bisa menyesatkan maka dia terpaksa mengambil kesimpulan bahwa data keinderaan tidak dapat diandalkan. Dia hanya akan menerima sesuatu jika pengetahuan tentang sesuatu itu tidak dapat diragukan lagi. Satu-satunya hal yang tak dapat dia ragukan adalah eksistensi dirinya sendiri. Batu karang kepastian Descartes ini diekspresikan dalam bahasa Latin cogito, ergo sum (saya berpikir, karena itu saya ada).
Descartes menalar bahwa semua kebenaran dapat kita kenal karena kejelasan dan ketegasan yang timbul dalam pikiran kita. Apapun yang dapat digambarkan secara jelas dan tegas adalah benar. falsafah rasional mempercayai bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukanlah diturunkan dari dunia pengalaman melainkan dari dunia pikiran. Kaum rasionalis kemudian mempertahankan pendapat bahwa dunia yang kita ketahui dengan metode intuisi rasional adalah dunia yang nyata. Kebenaran atau kesalahan terletak dalam idea bukan pada benda-benda tersebut.
Beberapa kritik yang ditujukan kepada kaum rasionalis yaitu :
1. Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba. Eksistensi tentang idea yang sudah pasti maupun bersifat bawaan itu sendiri belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama. Tiap orang cenderung percaya pada kebenaran yang pasti menurut mereka sendiri. Plato, St. Agustine, dan Descartes masing-masing mengembangkan teori-teori rasional sendiri yang masing-masing berbeda.
2. Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan kesukaran kesukaran besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis. Kritikus yang terdidik biasanya mengeluh bahwa kaum rasionalis memperlakukan idea atau konsep seakan-akan mereka adalah benda yang obyektif.
3. Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini.
2. Pola Pikir Empiris
Berdasarkan beberapa kelemahan yang ditemukan pada pola pikir yang pertama maka muncullah suatu pola berpikir yang sama sekali berlawanan yang dikenal dengan nama empirisme. Kaum empiris menganjurkan agar manusia kembali ke alam untuk mendapatkan pengetahuan. Menurut mereka, pengetahuan tidak ada secara apriori di benak manusia, melainkan harus diperoleh dari pengalaman indrawi. Terdapat dua aspek dari teori empiris. Aspek pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dari fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Aspek yang kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dari fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia.
Aspek lain dari empirisme yaitu prinsip keteraturan. Pengetahuan tentang alam didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur tentang tingkah laku. Disamping berpegang pada keteraturan, kaum empiris mempergunakan prinsip keserupaan. Keserupaan berarti bahwa terdapat gejala-gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka kita mempunyai cukup jaminan untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang itu. Secara khusus, kaum empiris mendasarkan teori pengetahuannya, kepada pengalaman yang ditangkap oleh pancaindera manusia. Locke memandang pikiran sebagai suatu alat yang menerima dan menyimpan sensasi pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil dari kegiatan keilmuan (pikiran) yang mengkombinasikan sensasi-sensasi pokok. Kaum empiris radikal atau sensasionalis berkeras pada pendapat bahwa semua pengetahuan dapat disederhanakan menjadi pengalaman indera. Apa yang tidak dapat tersusun oleh pengalaman indera bukanlah pengetahuan yang benar. Kaum empiris modern akan mengemukakan pengetahuan adalah hasil dari proses neuro-kimiawi yang rumit, di mana obyek luar merangsang satu organ pancaindera atau lebih, dan rangsangan ini menyebabkan perubahan material atau elektris di dalam organ badani yang disebut otak.
Seperti halnya kaum rasionalisme, kaum empirisme juga menuai kritik terhadap tiga hal yaitu :
1. Konsep pengalaman yang menjadi dasar pemikiran empiris. Pengalaman dapat berarti rangsangan pancaindera, sebuah sensasi ditambah dengan penilaian. Jika dianalisis secara netral maka pengalaman merupakan pengertian yang terlalu samar dijadikan dasar bagi sebuah teori pengetahuan yang sistematis.
2. Teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi pancaindera melupakan kenyataan bahwa pancaindera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk membedakan antara khayalan dan fakta.
3. Empirisme tidak memberikan kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin, dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan. Pendekatan empiris gagal untuk memecahkan masalah pokok dalam menemukan pengetahuan yang benar.
Pendekatan rasional empiris membentuk dua kutub yang bertentangan. Seiring dengan waktu, lambat laun kedua pihak ini menyadari kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Timbullah gagasan untuk menggabungkan kedua pendekatan ini untuk menyusun metode yang lebih dapat diandalkan dalam menemukan pengetahuan yang benar. Gabungan antara pendekatan rasional dan empiris dinamakan metode keilmuan. Pada awalnya ilmu dianggap sebagai metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Para ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta tertentu, melakukan pengamatan, dan mempergunakan data inderawi. Walaupun begitu, analisis mendalam terhadap metode keilmuan akan menyingkapkan kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuwan dalam usahanya mencari pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur empiris dan rasional.
Pendekatan rasional dalam menyusun teori harus dilengkapi dengan pendekatan empiris menguji kebenaran teori yang diajukan. Secara sederhana, metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Proses metode ilmiah merupakan suatu rangkaian tertentu untuk mendapatkan jawaban yang tertentu dari pernyataan yang tertentu pula. Kerangka dasar prosedur ini dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut :
a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah.
Manusia menemukan beberapa kesulitan dalam menghadapi dunia ini dalam rangka memecahkan kesulitan tersebut secara berakal, maka pemikiran akan mulai terbentuk. Manusia menciptakan masalah dan mengajukan sesuatu yang menurut pikirannya adalah pernyataan yang dapat dijawab. Masalah harus didefinisikan secara jelas sehingga jalan untuk mengetahui fakta apa yang harus dikumpulkan juga jelas. Metode keilmuan pada tahap permulaan ini menekankan kepada pernyataan yang jelas dan tepat dari sebuah masalah. Suatu kumpulan obyek dan kejadian yang dapat diamati secara empiris didukung oleh metode keilmuan dengan argumentasi bahwa penalaran itulah yang membangun struktur dan mengarahkan penyelidikan.
b. Pengamatan dan pengumpulan data.
Kegiatan keilmuan cenderung diarahkan pada pengumpulan data. Pengamatan yang diteliti yang dimungkinkan oleh terdapatnya berbagai alat, yang dibuat manusia dengan penuh akal, memberikan dukungan yang dramatis terhadap konsep deduktif. Tumpuan terhadap persepsi indera secara lansung atau tidak langsung, dan keharusan untuk melakukan pengamatan secara teliti, seakan menyita perhatian kita terhadap segi empiris dari penyelidikan keilmuan tersebut.
c. Penyusunan dan klasifikasi data
Tahap metode keilmuan ini menekankan kepada penyusunan fakta dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis, dan kelas-kelas. Dalam semua cabang ilmu, usaha untuk mengidentifikasikan, menganalisis, membandingkan, dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung kepada adanya sistem klasifikasi yang disebut taksonomi. Deskripsi dan klasifikasi memang merupakan suatu hal yang pokok dalam ilmu, tetapi adalah menyesatkan bila mengacaukan deskripsi dan penyusunan ini dengan seluruh kegiatan yang merupakan metode keilmuan.
d. Perumusan Hipotesis
Hipotesis berperan dalam hal bagaimana suatu benda bisa dijelaskan tergantung kepada hubungan konseptual yang dipakai menyorot benda tersebut, Hipotesis adalah pernyataan sementara tentang hubungan antara benda-benda. Dalam konsep mengenai hipotesis yang peranannya sangat menentukan dalam metode keilmuan, ditemukan baik unsur empiris maupun unsur rasional. Pertama-tama harus terdapat data empiris dalam bentuk fakta yang dapat diamati dan diukur. Di samping itu, harus terdapat pula konsep yang bersifat kategoris, yaitu memisahkan macam-macam data logis, dan kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga kemungkinan hubungan-hubungannya dapat dijajagi.
e. Deduksi dari Hipotesis
Hipotesis menyusun pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau deduksi mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki. Penalaran deduktif, yang sedemikian penting dalam tahap hipotesis ini, ditunjukkan oleh fakta bahwa kebanyakan apa yang kita kenal sebagai pengetahuan keilmuan adalah lebih bersifat teoritis daripada empiris, dan bahwa ramalan tergantung kepada bentuk logika silogistik.
f. Test pengujian dan kebenaran (Verifikasi Hipotesis)
Pengujian kebenaran dalam ilmu berarti mengetes alternative-alternatif hipotesis dengan pengamatan kenyataan sebenarnya atau lewat percobaan.
Secara singkat metode keilmuan adalah sebuah teori pengetahuan yang dipergunakan manusia dalam memberikan jawaban tertentu terhadap suatu pernyataan. Lewat pengorganisasian yang sistematis dan pengujian pengamatan, manusia telah mampu mengumpulkan pengetahhuan secara kumulatif.
Kelebihan ilmu terletak pada pengetahuan yang tersusun secara logis dan sistematis serta teruji kebenarannnya. Metode keilmuan memiliki beberapa kelemahan diantarany,
1. Metode keilmuan membatasi secara begitu saja mengenai apa yang dapat diketahui manusia, yang hanya berkisar pada benda-benda yang dapat dipelajari dengan alat dan teknik keilmuan.
2. Ilmu memperkenankan tafsiran yang banyak terhadap suatu benda atau kejadian.
3. Illmu menggambarkan hakekat mekanistis seperti bagaimana benda-benda berhubungan satu sama lain secara sebab akibat – namun ilmu tidak mengemukakan apakah hakekat benda itu, apalagi mengapa benda itu seperti itu.
Terdapat kontroversi yang berlarut-larut mengenai perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam terutama mengenai metode yang dipakainya. Metode yang dipergunakan dalam kedua bidang keilmuan tersebut adalah metode keilmuan yang sama. Walaupun begitu memang terdapat perbedaan-perbedaan yang bersifat teknis dalam kedua bidang keilmuan itu bila ditinjau dari hakekat obyek yang diselidikinya. Perbedaan-perbedaan in ini menyebabkan ciri-ciri spesifik dari kedua bidang keilmuan tersebut yang disebabkan pengembangan teknik-teknik penyelidikan yang berbeda dalam menerapkan metode keilmuan tersebut.
Dasar Axiologi Ilmu
Ilmu telah banyak bermanfaat dalam memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang duka. Akan tetapi aplikasi ilmu juga dapat berdampak buruk dalam kehidupan manusia. Contohnya, usaha memerangi kuman yang membunuh manusia sekaligus menghasilkan senjata kuman yang dipakai sebagai alat untuk membunuh manusia pula. Ilmu bersifat netral. Penggunaan ilmu terletak pada orang yang menggunakan kekuasaan ilmu tersebut. Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologisnya saja. Sedangkan secaha ontologism dan axiologis ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk. Kekuasaan ilmu yang besar mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat.
Diringkas dari :
Suriasumantri, Jujun. Tentang Hakekat Ilmu : Sebuah Pengantar Redaksi*.
Honer, Stanley M. & Thomas C. Hunt. Metode dalam mencari Pengetahuan : Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan*.
Gambar :
(http://www.google.co.id/imgres?q=auguste+rodin&um=...)