Wednesday, 8 June 2011

Jangan Gelisah Hatimu!



"Janganlah Gelisah hatimu. Percayalah kepada Allah. Percayalah kepada-Ku juga." Yoh 14:1 Tuhan Yesus tahu dan mengerti setiap permasalahan yang dihadapi manusia. Yang perlu kita lakukan hanyalah menyerahkan segalanya kepada-Nya. Lakukan bagian kita dan biarkan Dia yang melakukan sisanya. It's simple. Punya hubungan yang intim dengan-Nya layak sepasang kekasih. Jika yang seorang punya masalah otomatis pasangannya juga tahu dan memikul beban itu bersama-sama. Sama halnya dengan kita. Tuhan tidak menginginkan hanya sekedar akrab. Tapi intim. Terbuka dan tak punya rahasia pribadi lagi. Sudahkan kita terbuka dengan-Nya dan tidak hanya mengandalkan kekuatan kita?

Mengapa kita perlu berserah pada-Nya, tidak perlu kuatir dan percaya pada-Nya?
Dialah Pencipta kita. Dia yang menciptakan kita dan menghidupi kita. Semua karena kehendak-Nya kita ada dan hidup. [Hal ini yang terus aku ingatkan ketika ada sesama yang masih mempertanyakan keberadaan Tuhan dan menyangkal Penciptanya]. Kita sedang diberi tugas di bumi. Oleh karenanya jika kita menghadapi masalah, rintangan dalam hidup, itu juga menjadi masalah-Nya. Makanya kita menghadapi masalah bersama-sama. Menghadapi kehidupan bersama Tuhan. Kita tidak sendiri. Kita punya Tuhan, Pencipta dan Sumber Kehidupan. Jika kita hidup dengan mengabaikan maksud kita di ciptakan, we are useless. Hidup kita sia-sia di hadapan Tuhan. Padahal Dia sudah membentuk kita sesuai rupa dan gambar-Nya. Kita di beri roh hidup dan diperhatikan bagai biji mata-Nya. Kita dipermuliakan jauh diatas para makhluk lainnya. Hanya manusia yang benar-benar di perhitungkan oleh-Nya.

Masih ada yang mengelak juga. "wong kita ga minta dilahirkan kok, lalu kenapa kita harus hidup?" ini ciri orang yang ga nyadar-nyadar. Belum bangun dari tidur. Semua manusia tidak minta diciptakan dan dilahirkan. Allah yang menghendakinya. Maka hidup kita pun biarkan Dia yang berkehendak atas kita. Semua dari Allah dan dikembalikan untuk Allah. Itulah hakekat hidup kita. Menerima sepenuhnya kehidupan itu di dalam Dia yang menjadikan kita ada. Sederhana, layaknya anak dengan orangtua. Bahkan lebih dari itu.
Belajarlah dari sejarah. Manusia menyangkal hakekat penciptaan. Berontak dan mengandalkan kekuatan sendiri. Mengingkari adanya Tuhan dan mau mengalahkan kekuasaan Tuhan. Takabur. Mereka semua dimusnahkan. Akan tetapi hanya karena 1-2 orang yang benar diantara kaum pemberontak itu Tuhan mengampuni mereka. Luar biasa. Dia memperhitungkan 1 hati penyembah diantara beribu hati yang bebal. Betapa maha mengampuni Pribadi di atas sana.

Yang Dia mau kita bersekutu, menjadi imam, dan pelayan Tuhan (Yesaya 61). Bersekutu yaitu menyembah Dia, punya hubungan yang intim dengan-Nya. Punya ruang pribadi dengan-Nya. Bicara dari hati ke hati. Curhat. Dia memeluk dan mendengarkanmu dan lihat mujizat-Nya dalam hidupmu. Setelah dekat dengan-Nya, jadilah imam minimal untuk diri sendiri. Menjadi pemimpin atas hidupmu, orang-orang disekitarmu atau lingkungan yang lebih besar lagi. Imam di mata Tuhan adalah yang mencontoh teladan-Nya dan kita menjadi contoh bagi orang lain. Do like Jesus do. Menjadi pelayan Tuhan di tuntut yang lebih besar lagi. Melayani sesama. Memenuhi kebutuhan sesama sesuai profesi dan kemampuan kita. Jangan bilang kita miskin dan lemah. karena dalam Tuhan kita dijadikan kaya dan kuat. Dia yang empunya bumi dan sorga. Dia pencipta semesta. Carilah dahulu kerajaan Allah maka SEMUANYA akan ditambahkan kepadamu. Belajar dari kisah para nabi yang Tuhan sertai langkah mereka ketika mereka memprioritaskan Tuhan dalam kehidupannya.

Jika kita baca Yoh 14:2-3, disitu dijelaskan tentang kenaikan Tuhan Yesus ke sorga untuk mempersiapkan tempat duduk bagi kita di sorga. Indah bukan? Yesus ke sorga hanya untuk kita. Repot-repot buat menyediakan rumah besar untuk kita duduk di sebelah kanan Bapa SELAMANYA. Siapa yang ga rindu untuk ke tempat itu? di bumi kita hanya sementara. Untuk apa nabung duit milyaran rupiah, beli mobil banyak-banyak, operasi plastik untuk perbaiki wajah, dan mencari hikmat dunia. Tuhan mau kita punya hati dan hikmat sorgawi agar kelak layak bersanding dengan-Nya di tahta sorga. Tuhan mau di dunia kita punya hubungan yang karib dengan-Nya agar nanti Dia mengenal kita ketika menghakimi manusia. Karena tidak semua orang yang berteriak memanggil Tuhan yang akan diselamatkan tapi mereka yang mengenal Dia selama hidupnya. Hanya mengenal dan bergaul akrab dengan-Nya. Itu yang Dia mau.


Tentu semua itu harus dibayar dengan harga yang mahal. Ketika kita memutuskan untuk bersekutu, menjadi imam dan pelayannya, maka kita juga harus siap untuk DITOLAK oleh dunia. Di mata dunia kita tidak waras karena hidup tidak mengikuti nafsu kedagingan. Tapi kita dipimpin oleh Roh Tuhan. Tidak apa-apa teman. Tuhan mau membayar semua itu kelak. Membayar hinaan, ejekan, dan penolakan yang kita terima karena bersaksi demi nama-Nya. Saya pun ketika menulis blog yang bertuliskan khotbah seperti ini pasti hanya dipandang sebelah mata dan mungkin ada yang mencibir. Di cap sok rohani. It's ok. itu duniawi dan manusiawi. Saya pun pernah melakukan yang demikian. Tapi saya tetap Pede aja. Tuhan Yesus menerima yang lebih dari itu. Dia dicemooh, diludahi, diberi kesaksian penuh dusta dan palsu. Bukankah saya juga bisa sekuat dan setegar Dia? mendoakan mereka yang mengasihi dan yang membenci saya?
Bagaimana denganmu teman? maukah kita bersama-sama bersekutu di dalam Dia? Tuhan tidak minta iman dan modal yang besar untuk memulai hidup dengan-Nya. Iman sebesar biji sesawi saja sudah terlalu besar bagi-Nya (biji sesawi tuh lebih kecil dari pasir. Biji paling kecil dari semua tanaman berbji). Bayangin lho, betapa Tuhan tuh ga nuntut hal yang luar biasa. Hanya iman seadanya, kepercayaan pada-Nya yang penuh, dan menerima anugrah keselamatan yang sudah di beri. Terlalu enak teman. Dalam hidup sehari-hari Tuhan hanya minta waktu kita disisihkan sedikit untuk-Nya, berkat yang sudah dia kasih beri sepersepuluh saja atau dengan 2 keping perak dari persembahan janda miskin. Tuhan tidak lihat jumlahnya. Dia menilai hatimu. ketulusan dan keikhlasan menyembah Dia. That's all. Bukankah semua manusia punya hati? hanya modal hati saja maka kita sudah bisa beroleh keselamatan kekal.

Sungguh indah kalau sudah bisa menikmati hadirat-Nya. Menikmati persekutuan dengan-Nya. Hanya orang yang mampu memahami hikmat Tuhan yang bisa percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Saya pun belum tentu bisa memahami. Oleh karena itu mintalah Roh Tuhan untukmembimbing kita mengerti tentang Dia (John Titaley pada ibadah minggu di GPIB Salatiga). Ya, benar. Saya sendiri belum tentu paham semua. Tapi saya mau belajar dan mau dibimbing Roh Kudus untuk memahami tentang Tuhan dan kekayaan hikmat-Nya.
So, jangan gelisah hatimu ya, ada Tuhan. Semua beres. Yang kita lakukan hanyalah melakukan bagian kita. Berdoa, bersekutu, melakukan semaksimal yang bisa kita lakukan dan biarkan Tuhan melakukan sisanya. Tuhan menyelesaikan bagian yang paling berat yang kita tidak mampu selesaikan.

He blesses u and u blesses others.

Amin
Thanks to Pdt Ade Manuhuttu for his speech at Bethany Church-Salatiga.

Thursday, 2 June 2011

Menjenguk Merapi





Hari ini puas dan lelah. Setelah mengalami perjalanan yang cukup panjang dari Salatiga menuju desa terakhir (maaf lupa namanya-masih termasuk daerah Muntilan) dari Puncak Gunung Merapi, hingga kembali lagi di kos; kaki terasa sangat berat untuk melangkah. Weekend yang cukup menyenangkan lumayan bikin tubuh dan jiwa jadi segar dan semangat kembali. Tidak sia-sia menerima ajakan teman dekat untuk berkunjung ke sana.

Hari pertama di Muntilan kami habiskan dengan bersantai ria sambil berkenalan dengan warga dusun dan teman pecinta alam lainnya. Kami yang terdiri dari perwakilan komunitas lingkungan hidup di Salatiga, saya dan sepupu, diundang oleh salah satu komunitas di Jogja untuk menghadiri acara yang mereka gelar. Acara tersebut merupakan salah satu dari serangkaian acara untuk memperingati peristiwa besar yang terjadi sekitar 2 bulan lalu yaitu meletusnya Gunung Merapi yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa termasuk Mbah Marijan, Juru Kunci Merapi dan juga Mbah Bagor yang juga orang penting di kawasan Merapi.

Sekitar pukul 7 malam kami bersama anak-anak dusun berbondong-bondong menuju ke makam Mbah Bagor untuk mengadakan bacaan. Saya kurang tahu persis maksud ritual tersebut. Mungkin mirip dengan mendoakan arwah orang yang sudah meninggal agar diharapkan bisa tenang di alam baka (alam baru setelah seseorang mengalami kematian). Para lelaki dewasa dan anak-anak yang beragama muslim mengenakan pakaian muslim dan melakukan ritual tersebut di sekitar makam yang berukuran kurang lebih 5x6 meter. Persis sebelum makam Mbah Bagor terdapat pemakaman umum desa. Kami yang hanya menonton dan merekam ritual tersebut berdiri di jalan dekat makam. Saya cukup menikmati suasana remang malam tersebut. Pemandangan di sekitar saya selain batu nisan yang berjejeran juga terdapat kebun tembakau, sayur-mayur, dan juga kabut yang menutupi lereng gunung. Bulan dan bintang-bintang tambah mempercantik suasana malam itu. Rasanya hening, sejuk, dan nyaman. Sudah lama saya tidak bercumubu dengan suasana seperti ini. Indah!

Keindahan itu harus dibayar mahal dengan nyawa sebagai taruhannya. Perjalanan menuju dusun tersebut cukup menantang. Meski jalannya sudah di aspal bagus dan tidak terlalu menanjak tapi adrenalin saya cukup terpacu ketika melihat jembatan sementara yang diibangun dari bambu. Saya hampir nyerah dan minta pulang. Mobil Pick-up yang kami tumpangi rasanya tidak akan lolos dengan selamat melewati jembatan yang saya ragukan kekuatannya. Akhirnya kami para penumpang harus turun dan berjalan kaki untuk mengurangi muatan. Puji Tuhan, ternyata jembatan bambu itu kokoh juga. Tiangnya tidak goyang sedikit pun ketika dilewati mobil. Jalur bekas lahar merapi cukup dalam dan terbuka lebar. Material bebatuan masih banyak tersisa disana. Jika ada manusia yang jatuh ke kubangan tersebut, pasti kepalanya memar kena batu dan tak mungkin selamat. Tidak terbayang bagaimana perjuangan penduduk yang setiap hari melewati jembatan tersebut. Hebat!

Malam di dusun tersebut meski indah tapi cukup menyiksa saya karena dinginnya udara pegunungan. Sebagian besar teman-teman menginap di rumah Pak Kadus (kepala dusun). Kami yang dari Salatiga sengaja membawa tenda agar kami tidak terlalu merepotkan penduduk dalam hal penginapan. Sebelum beristirahat kami mengisi malam dengan membuat api unggun untuk menghangatkan badan sambil minum wine, hasil fermentasi dari nanas yang dibuat oleh salah satu teman. Saya cukup menikmati malam itu. Sangat menyenangkan ketika berkumpul dengan teman-teman dalam kebersamaan seperti ini. Rasanya tidak ingin mengakhiri malam itu. Teringat malam-malam yang sama ketika saya berapi-unggun dengan teman-teman fakultas waktu socev, naik gunung bersama teman-teman senat, dan ketika saya mengikuti kegiatan live-in di desa Mongkrong dan Ngaduman.

Sebelum ke lokasi perkemahan saya juga sempat bercengkerama dengan keluarga besar Pak Kadus. Mereka sangat ramah dan begitu tertarik berbagi cerita dengan saya. Satu hal yang membuat saya terharu ketika saya bertanya : "Bu pernah merasa bosan ga tinggal disini?" sontak sang Ibu dan anaknya menjawab : " Gimana mau bosan mbak, wong ini tanah kelahiran saya. Waktu erupsi, kami sempat evakuasi. Tapi bagaimana caranya kami harus kembali ke sini. Karena di sini tanah kelahiran kami." Saya langsung terdiam. Teringat mama dan papa, keluarga besar saya. Sewaktu saya memutuskan untuk tinggal di Salatiga, mereka rasanya berat untuk melepaskan saya. Ternyata begini ya rasanya kalau benar-benar menikmati kehidupan di tanah kelahiran. Memang tak bisa dibandingkan dengan keindahan di negeri mana pun. Mmmm kangen!

Api mulai redup. Kami kembali ke tenda masing - masing. Ada 3 buah tenda yang di bangun di ujung dusun. Tenda kecil 2 yang cukup nyaman dan berkapasitas 4 dan 2 orang. 1 tenda besar bisa diisi oleh 10-15 orang. Tapi sayang tenda yang besar kurang nyaman karena tutupnya transparan yang berlubang seperti jaring bukan terbuat dari terpal. Kurang cocok untuk di pakai malam hari dengan suhu sekitar 10-15 derajat. Saya dan sepupu saya menginap di tenda kecil yang berukuran kecil yang pas untuk 2 orang. Kali ini saya kurang persiapan. Tidak membawa sleeping bag. Alhasil, tidur kurang pulas karena kedinginan. Teringat akan kamar kosku!

Pagi yang indah di lereng gunung Merapi. Terlihat kerucut gundul berselimutkan abu yang berwarna silver kecoklatan mengepulkan asap putih. Abu sumber kehidupan penduduk sekaligus pemusnah kehidupan. Abu yang membuat tanah subur, sayuran tampak hijau dan indah menghasilkan bahan makanan untuk mengisi perut keroncongan, pengisi kantong-kantong duit penduduk yang mengandalkan hasil pertanian untuk sekedar membeli beras dan menyekolahkan anak-anak. Tapi abu itu juga yang pernah menggertak dan membumi hanguskan ladang dan rumah. Mengingatkan manusia akan Penciptanya. Ucap syukur selalu atas pemberian dan nikmatnya. Dan sewaktu-waktu IA bisa mengambil lagi, ketika kita mulai lupa, serakah, merasa berhak dan memiliki hingga jadi pelit dan kikir. Rendah hati!

Menu sarapan pagi kacang rebus. Kesukaanku. 1 piring besar kuhabiskan sendiri. yang ini pelit dan kikir. hehehe. Setelahnya saya mandi. Airnya... wow! dingin, seger, terasa enak dikulit. Bak mandi milik keluarga Pak Kadus mirip kolam renang di Muncul. Bisa buat berenang ataupun Bath-up. Memang sengaja dibuat besar-besar untuk menyimpan air kalau sewaktu-waktu air tidak mengalir. Begitu penjelasan Bu Kadus. Lho kok bisa, di lereng gunung air ga mengalir. Ternyata bukan karena mata air yang mati tapi pipa penyalur air yang sering di curi orang. Hmmmm... speechless!

Hari indah di Merapi segera diakhiri. Mobil penjemput telah tiba. Kami pun pamit pada teman-teman dan warga setempat. Sebagian teman-teman masih tertidur karena kelelahan mendaki ke Puncak yang masih harus di tempuh dalam waktu 3,5 jam dari dusun tersebut. Saya tidak ikut ke puncak karena kurang persiapan membawa barang-barang yang diperlukan untuk mendaki. Lain waktu ya!

Lelah. Ngantuk. Puas. Jam 2 siang tiba di Salatiga. Saya masih harus masak untuk mengisi perut yang kosong. Jam 4 saya bergegas untuk mengikuti ibadah sore di gereja. 1 lagi refleksi yang melengkapi weekend saya kali ini. Benar-benar diberkati oleh-Nya. Nah giliran saya yang memberkati. Semoga :)