"Sahabat Kecil"
baru saja berakhir hujan di sore ini
menyisakan keajaiban kilauan indahnya pelangi
tak pernah terlewatkan dan tetap mengagumiNya
kesempatan seperti ini tak akan bisa dibeli
bersamamu kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semua begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinya
lawan keterbatasan walau sedikit kemungkinan
takkan menyerah untuk hadapi
hingga sedih tak mau datang lagi
bersamamu kuhabiskan waktu senang bisa mengenal dirimu
rasanya semua begitu sempurna sayang untuk mengakhirinya
janganlah berganti, janganlah berganti
janganlah berganti tetaplah seperti ini
***
baru saja berakhir hujan di sore ini
menyisakan keajaiban kilauan indahnya pelangi
tak pernah terlewatkan dan tetap mengagumiNya
kesempatan seperti ini tak akan bisa dibeli
bersamamu kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semua begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinya
lawan keterbatasan walau sedikit kemungkinan
takkan menyerah untuk hadapi
hingga sedih tak mau datang lagi
bersamamu kuhabiskan waktu senang bisa mengenal dirimu
rasanya semua begitu sempurna sayang untuk mengakhirinya
janganlah berganti, janganlah berganti
janganlah berganti tetaplah seperti ini
***
Suasana senja di sore hari, setelah dibasahi sang hujan dan dihiasi remang lampu yang mulai dipasang untuk menyapa sang malam. aku suka suasana itu. sangat suka. entah kenapa. mungkin karena bau tanah yang khas kalau basah. mungkin juga karena dedaunan yang menjadi segar setelah bermandikan hujan. mungkin karena para pekerja mulai melepas penat hingga jalanan sunyi, lengang, bersama para satwa yang kembali keperaduannya. dan yang paling mungkin adalah merahnya mentari yang mulai sembunyi di barat bumi berganti sang bulan.
itu semua panorama senja yang menghadirkan keindahan membuatku terkagum tak henti seperti sang lagu yang kutulis sebelumnya. lagu bertajuk sahabat kecil. panorama senja yang mengingatkannya pada seseorang. kenapa dia memilih suasana senja? mungkin karena mereka sering bertemu pada saat senja? atau mungkin juga sama seperti yang kurasakan? mereka sering bertemu setiap saat tapi keindahan kebersamaan itu sangat terasa ketika suasana senja hadir. apapun itu, senja, sore hari, petang, punya makna tersendiri dibanding suasana lain.
bukan berarti suasana lain kurang indah. tapi bagiku, jarang sekali orang lain bisa menangkap keindahan yang sama kala sore hari. seperti mama dan papaku misalnya. mama lebih suka malam hari, karena itu artinya dia berhenti beraktivitas kecuali bermalas-malasan di ruang keluarga dan tidur. mama kurang suka sore hari karena dia masih punya segudang pekerjaan. apalagi papa. papa lebih suka pagi hari, karena dia masih bisa mengelilingi halaman rumah untuk sekedar menghirup udara segar dan meregangkan otot-otot. papa masih berkutat dengan pekerjaannya hingga larut malam dan jarang bisa menikmati udara senja.
masih banyak orang lain juga yang tidak terlalu peduli dengan keramahan alam di sore hari. tak ada yang salah dengan semua itu. mungkin aku yang aneh atau ada yang keliru dengan seleraku. tapi aku justru menemukan keunikan. aku kurang suka pagi hari karena rumah sudah hingar bingar hingga malam hari. mereka *anggota rumah, kebanyakan menghabiskan waktu di ruang keluarga, dapur, dan halaman belakang. dan aku sangat menanti-nantikan suasana senja itu, apalagi jika rintik hujan mulai jatuh membasahi tanah. aku tak akan melewatkan waktu itu. aku duduk diberanda rumah, kunyalakan lampu depan yang nyalanya redup, kupandangi satu per satu tanaman kesayangan ayah, kuhirup baunya dan kunikmati semua yang terlihat dan terdengar disekelilingku.
suara ayam dan burung berkicau malu-malu hingga menghilang, samar-samar daun nyiur melambai dan dibaliknya dapat kulihat mentari mulai pergi, pamit untuk semalam. ada suara tangis dan tawa anak kecil ditetangga sebelah, para nelayan melewati depan rumah hendak mengadu untung di laut lepas, para petani pulang membawa hasil alam ala kadarnya, dan berbagai fenomena unik dan menarik yang tak terlewatkan satu pun dari mataku. hingga momen yang paling kunanti tiba. seseorang berambut sebahu, menghampiriku dengan sepiring pisang goreng hangat. makanan favoritku itu tersaji di depanku, dan dalam hitungan detik aku menikmatinya sambil larut dalam petikan gitar oleh sang sahabat.
kala aku sendiri menikmati sore, tenggelam dalam kekalutan, lari dari sesuatu yang selalu menekanku, berusaha menahan air mata karena kepahitan yang selalu mencekikku, aku yang selalu berontak karena jeruji besi yang seolah mengikatku. Dia datang. membawa senyuman dan sesuatu yang kecil dan sederhana, tapi tak akan terlupakan. dia mengajarkan ketulusan, hati yang peka, dan menjanjikanku waktu untuk selalu bersama. dia selalu ada. bukan pada saat aku menghabiskan uang ayah untuk berbelanja, bukan pada saat aku makan enak dan kenyang, bukan pada saat ada pesta pora dirumah, bukan pada saat semua orang bangga akan prestasiku, bukan karena kelurgaku terpandang dan sebagainya.
tapi dia datang, saat aku sendiri dirumah, saat tangis itu mulai menyeruak dan aku tak tahan dengan semua tekanan ini, saat orang-orang mengecewakanku dan meninggalkanku, saat aku berontak karena dirumah aku tak tahu apa itu kebebasan dan tawaku dibeli dengan uang. saat itu dia ada. dia tahu aku sedang sedih dan tak tahu harus cerita pada siapa. dia tahu aku hanya menghabiskan berlembar-lembar diari dan mengotori lemari pakaianku dengan teriakan-teriakanku. dia... yang selalu menghampiriku di beranda rumah, bersama menikmati senja sore, dengan sepiring pisang goreng buatannya. dan dia mengajariku bagaimana caranya memetik gitar. dan aku sadar betapa aku sangat terhibur walau hanya dengan melodi sederhana yang dimainkan untukku. dan dia tak pernah mengharapkan bahkan meminta apapun atas semua yang dilakukannya.
kenangan terindahku bersamanya, saat aku berumur 14 tahun, dan kita menikmati suasana yang sama. hanya ada aku dan dia. papa mamaku entah kemana, dan menganggap hari istimewaku sebagai hal yang biasa-biasa saja. lagi-lagi, air mataku sudah tak tertahankan, tapi dia mengusapnya, dan kita menghabiskan sore dengan senampan pisang goreng. tahu apa yang kurasakan? tak dapat kulukiskan. aku bercanda dan berkisah semauku, dan akhirnya kita tertawa terpingkal-pingkal. bahagianya aku bertemu dia, malaikat kecil yang Tuhan kirim untuk menghapus resahku, yang datang tiap sore hari.
sekarang, di sore yang sama dikeremangan senja yang sama. tapi ditempat dan waktu yang berbeda. malaikat itu tak muncul lagi. entah kemana. mungkin tugasnya sudah usai. aku tak tahu. mengenangnya, mengingatnya, memandang masa lalu itu saat bersamanya, satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk menghapus rinduku padanya. dan aku belajar untuk menjadi malaikat kecil seperti dia. ada dan hadir bersama orang-orang yang sedih dan terluka. hanya itu mungkin caranya membalas kasihku padamu.
Sahabat kecilku, 'made femi', orang terdekatku sejak aku kecil. tetanggaku yang selalu menyajikan pisang goreng di sore hari dan memainkan gitar untukku. wanita bertubuh mungil tapi berhati tegar dan murni. sepanjang perjalananan hidup setelah 8 tahun tanpamu, tak kutemukan keramahan yang sama seperti yang kau tawarkan dan bodoh jika aku masih berharap hal yang sama lagi. terima kasih sudah pernah hadir dalam secuil kisah hidupku. kau salah satu kekagumanku atas kasih-Nya. kabar terakahir yang kuperoleh kamu sudah berkeluarga di Siau. Jika Tuhan berkenan aku akan kesana, menjadi kado natal untukmu. 8 tahun natal tanpamu, aku hanya bisa memandang rumah kosong disamping rumahku, berharap kamu kembali tapi ternyata aku salah. ijinkan aku menghampirimu dengan sepiring pisang goreng, disenja yang sama, meski di waktu dan tempat yang berbeda. janganlah berganti, sampai kapanpun...
itu semua panorama senja yang menghadirkan keindahan membuatku terkagum tak henti seperti sang lagu yang kutulis sebelumnya. lagu bertajuk sahabat kecil. panorama senja yang mengingatkannya pada seseorang. kenapa dia memilih suasana senja? mungkin karena mereka sering bertemu pada saat senja? atau mungkin juga sama seperti yang kurasakan? mereka sering bertemu setiap saat tapi keindahan kebersamaan itu sangat terasa ketika suasana senja hadir. apapun itu, senja, sore hari, petang, punya makna tersendiri dibanding suasana lain.
bukan berarti suasana lain kurang indah. tapi bagiku, jarang sekali orang lain bisa menangkap keindahan yang sama kala sore hari. seperti mama dan papaku misalnya. mama lebih suka malam hari, karena itu artinya dia berhenti beraktivitas kecuali bermalas-malasan di ruang keluarga dan tidur. mama kurang suka sore hari karena dia masih punya segudang pekerjaan. apalagi papa. papa lebih suka pagi hari, karena dia masih bisa mengelilingi halaman rumah untuk sekedar menghirup udara segar dan meregangkan otot-otot. papa masih berkutat dengan pekerjaannya hingga larut malam dan jarang bisa menikmati udara senja.
masih banyak orang lain juga yang tidak terlalu peduli dengan keramahan alam di sore hari. tak ada yang salah dengan semua itu. mungkin aku yang aneh atau ada yang keliru dengan seleraku. tapi aku justru menemukan keunikan. aku kurang suka pagi hari karena rumah sudah hingar bingar hingga malam hari. mereka *anggota rumah, kebanyakan menghabiskan waktu di ruang keluarga, dapur, dan halaman belakang. dan aku sangat menanti-nantikan suasana senja itu, apalagi jika rintik hujan mulai jatuh membasahi tanah. aku tak akan melewatkan waktu itu. aku duduk diberanda rumah, kunyalakan lampu depan yang nyalanya redup, kupandangi satu per satu tanaman kesayangan ayah, kuhirup baunya dan kunikmati semua yang terlihat dan terdengar disekelilingku.
suara ayam dan burung berkicau malu-malu hingga menghilang, samar-samar daun nyiur melambai dan dibaliknya dapat kulihat mentari mulai pergi, pamit untuk semalam. ada suara tangis dan tawa anak kecil ditetangga sebelah, para nelayan melewati depan rumah hendak mengadu untung di laut lepas, para petani pulang membawa hasil alam ala kadarnya, dan berbagai fenomena unik dan menarik yang tak terlewatkan satu pun dari mataku. hingga momen yang paling kunanti tiba. seseorang berambut sebahu, menghampiriku dengan sepiring pisang goreng hangat. makanan favoritku itu tersaji di depanku, dan dalam hitungan detik aku menikmatinya sambil larut dalam petikan gitar oleh sang sahabat.
kala aku sendiri menikmati sore, tenggelam dalam kekalutan, lari dari sesuatu yang selalu menekanku, berusaha menahan air mata karena kepahitan yang selalu mencekikku, aku yang selalu berontak karena jeruji besi yang seolah mengikatku. Dia datang. membawa senyuman dan sesuatu yang kecil dan sederhana, tapi tak akan terlupakan. dia mengajarkan ketulusan, hati yang peka, dan menjanjikanku waktu untuk selalu bersama. dia selalu ada. bukan pada saat aku menghabiskan uang ayah untuk berbelanja, bukan pada saat aku makan enak dan kenyang, bukan pada saat ada pesta pora dirumah, bukan pada saat semua orang bangga akan prestasiku, bukan karena kelurgaku terpandang dan sebagainya.
tapi dia datang, saat aku sendiri dirumah, saat tangis itu mulai menyeruak dan aku tak tahan dengan semua tekanan ini, saat orang-orang mengecewakanku dan meninggalkanku, saat aku berontak karena dirumah aku tak tahu apa itu kebebasan dan tawaku dibeli dengan uang. saat itu dia ada. dia tahu aku sedang sedih dan tak tahu harus cerita pada siapa. dia tahu aku hanya menghabiskan berlembar-lembar diari dan mengotori lemari pakaianku dengan teriakan-teriakanku. dia... yang selalu menghampiriku di beranda rumah, bersama menikmati senja sore, dengan sepiring pisang goreng buatannya. dan dia mengajariku bagaimana caranya memetik gitar. dan aku sadar betapa aku sangat terhibur walau hanya dengan melodi sederhana yang dimainkan untukku. dan dia tak pernah mengharapkan bahkan meminta apapun atas semua yang dilakukannya.
kenangan terindahku bersamanya, saat aku berumur 14 tahun, dan kita menikmati suasana yang sama. hanya ada aku dan dia. papa mamaku entah kemana, dan menganggap hari istimewaku sebagai hal yang biasa-biasa saja. lagi-lagi, air mataku sudah tak tertahankan, tapi dia mengusapnya, dan kita menghabiskan sore dengan senampan pisang goreng. tahu apa yang kurasakan? tak dapat kulukiskan. aku bercanda dan berkisah semauku, dan akhirnya kita tertawa terpingkal-pingkal. bahagianya aku bertemu dia, malaikat kecil yang Tuhan kirim untuk menghapus resahku, yang datang tiap sore hari.
sekarang, di sore yang sama dikeremangan senja yang sama. tapi ditempat dan waktu yang berbeda. malaikat itu tak muncul lagi. entah kemana. mungkin tugasnya sudah usai. aku tak tahu. mengenangnya, mengingatnya, memandang masa lalu itu saat bersamanya, satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk menghapus rinduku padanya. dan aku belajar untuk menjadi malaikat kecil seperti dia. ada dan hadir bersama orang-orang yang sedih dan terluka. hanya itu mungkin caranya membalas kasihku padamu.
Sahabat kecilku, 'made femi', orang terdekatku sejak aku kecil. tetanggaku yang selalu menyajikan pisang goreng di sore hari dan memainkan gitar untukku. wanita bertubuh mungil tapi berhati tegar dan murni. sepanjang perjalananan hidup setelah 8 tahun tanpamu, tak kutemukan keramahan yang sama seperti yang kau tawarkan dan bodoh jika aku masih berharap hal yang sama lagi. terima kasih sudah pernah hadir dalam secuil kisah hidupku. kau salah satu kekagumanku atas kasih-Nya. kabar terakahir yang kuperoleh kamu sudah berkeluarga di Siau. Jika Tuhan berkenan aku akan kesana, menjadi kado natal untukmu. 8 tahun natal tanpamu, aku hanya bisa memandang rumah kosong disamping rumahku, berharap kamu kembali tapi ternyata aku salah. ijinkan aku menghampirimu dengan sepiring pisang goreng, disenja yang sama, meski di waktu dan tempat yang berbeda. janganlah berganti, sampai kapanpun...